KUPANG
 -  Mediaflores.net - Mariantji Manafe, salah  satu nasaba Bank Christa Jaya mengaku kecewa
terhadap Putusan Pengadilan Negeri Kupang yang memenangkan Bank Christa Jaya atas
gugatan hukum terhadap dirinya.
Perkara
Nomor 49./Pdt.G/2021/PN.Kpg pada 2 Setember 2021 lalu PN Negeri Kupang  menyatakan Mariantji Manafe telah melakukan
perbuatan melawan hukum. 
Atas
terbitnya putusan perkara Nomor 49./Pdt.G/2021/PN.Kpg, 2 September 2021,
Mariantji menilai pihak majelis hakim PN Klas 1A Kupang yang memroses dan
memutuskan perkara ini tidak mentaati, tidak menghargai dan tidak tunduk pada
kaidah hukum yang berlaku di Indonesia. 
Karena, kata
dia, subyek dan obyek perkaranya sama dengan perkara Nomor
208/Pdt.G/2019/PN.Kpg, juga perkara Nomor , 7/Pdt/2020/PT.Kpg yang telah
dinyatakan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, terhitung tanggal 12 April
2021.
Saya kecewa karena  merasa tidak pernah tahu ada utang lagi di Bank
Christa Jaya. Tapi tiba tiba saya mendapat surat dari bank, meminta saya
melunaskan utang”kata Maritje kepada wartawan di Kupang, Jumat (17/9) pekan lalu.
“ 
Mariantji
Manafe, ibu rumah tangga asal Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota
Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), terkejut saat mendapat surat dari Bank Christa Jaya Kupang Isi
surat tertera jelas, Mariantji harus segera melunasi uang pinjaman sebesar Rp
224 juta.
Utang itu, berasal
dari almarhum suaminya Wellem Dethan, yang meninggal pada tahun 2018 lalu.
Posisi Mariantji sebagai ahli waris, wajib mengembalikan utang tersebut kepada
pihak bank.
"Inilah
yang menjadi tanda tanya besar buat saya, karena pinjaman itu saya selaku istri
sah tidak pernah dilibatkan dalam penandatanganan sebuah akad kredit
baru,"ujar Mariantji, kepada, Jumat 
(17/9/2022).
Karena
jumlah utangnya besar, Mariantji lalu mempertanyakan kepada pihak  Bank Christa Jaya terkait hal itu.
"Namun,
jawaban yang saya peroleh adalah itu adalah sistem kredit 'Longgar Tarik' yang
mengacu pada perjanjian/ akat kredit sebelumnya yang telah lunas," ungkap
dia. Karena mendapat jawaban yang mengecewakan, Mariantji lalu melakukan
gugatan ke PN Kelas I Kupang pada 21 September 2019 lalu.
Gugatan itu
terdaftar dengan nomor perkara, 208/Pdt.G/2019/PN.Kpg "Saya selaku pribadi
menggugat salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Christa Jaya Perdana Kupang.
Tindakan yang saya ambil tersebut diakibatkan pemberlakuan produk dari Bank
tersebut yang bernama 'Kredit Longgar Tarik', yang mencairkan kredit tanpa
adanya sebuah akad kredit," kata dia.
Mariantji
mengaku, dia bersama almarhum suaminya, memang pada 9 Maret 2015 pernah kredit
di bank tersebut dengan nominal Rp 75 juta. Kemudian, seiring berjalannya waktu
Mariantji bersama suaminya melakukan penambahan atau suplesi kredit pada tahun
2015 hingga 2016 dengan total mencapai Rp 450 juta.
Sebagai
jaminannya, satu unit mobil truk dan dua sertifikat tanah dan bangunan di Kota
Kupang. Selanjutnya, pada 3 Januari 2017 semua pinjaman itu lunas, berdasarkan
bukti surat berupa RC Mutasi rekening pinjaman per 16 Januari 2019, dengan
nomor rekening : 0030000610 atas nama Wellem Dethan, dan rekening koran
tabungan, nomor rekening : 0010006751 Wellem Dethan, tanggal cetak per 16
Januari 2019.
"Namun,
setelah suami saya meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2018, ternyata
diketahui masih ada lagi pinjaman kami lewat droping baru ke rekening suami
saya senilai 110.000.000 dan 200.000.000," ujar dia.
"Hal
ini baru diketahui, setelah BPR Christa Jaya melayangkan surat pemberitahuan
sekaligus SP1 kepada saya selaku ahli waris untuk segera melunasinya dengan
pokok pinjaman Rp 224.000.000, bunga pinjaman Rp76.160.000, dan denda Rp
30.464.000, dengan total sebesar Rp 330.624.000," sambung Mariantji.
Mariantji
mengaku, surat itu tidak ditanggapi, karena semua utang di bank tersebut telah
dia lunasi. "Saya tidak bayar, karena saya tidak pernah ada utang dengan
mereka (Bank Christa Jaya).
Setelah
tanggal 3 Januari 2017 semua utang sudah lunas. Saya tidak ada lagi hubungan
kontrak dengan bank," kata dia. Selain enggan membayar, Mariantji juga
menggugat kasus itu di Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang pada 21 September 2019
lalu.
Pada 2
Desember 2019, hakim yang memimpin persidangan tersebut antara lain Nuril Huda
(Hakim Ketua), Fransiskus Wilfrirdus Mamo (Hakim Anggota), Anak Agung Gde Oka
Mahardika, SH (Hakim Anggota), mengabulkan gugatan Mariantji. Hakim mengadili
Direktur BPR Christa Jaya Kupang Lany M Tadu, karena telah melakukan tindakan
perbuatan melawan hukum.
Putusan itu
juga menyebutkan, pihak BPR Christa Jaya Kupang harus mengembalikan dua buah
sertifikat tanah atas nama almarhum Wellem Dethan kepada dirinya selaku istri
sah. Pengadilan pun menghukum tergugat (Direktur BPR Christa Jaya Kupang, Lany
M. Tadu,SE) untuk membayar uang paksa (Dwangsom) sebesar Rp 500.000.
Usai putusan
tersebut, pihak BPR Christa Jaya Kupang melakukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi Kupang dengan nomor perkara, 7/Pdt/2020/PT.Kpg. Atas banding
itu Pengadilan Tinggi Kupang pada 26 Februari 2020 kembali menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang. Tak puas, BPR Christa Jaya melanjutkan upaya
hukum pada 8 April 2020, berupa permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.
Akhirnya
pada 13 Juli 2020, permohoan Kasasi tersebut dicabut kembali oleh pihak BPR
Christa Jaya Perdana Kupang dengan nomor Surat: 68/FBB/VII/KPG, dengan alasan
tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini. Sebelum terbitnya surat berkekuatan
hukum tetap, BPR Christa Jaya Kupang berbalik melakukan gugatan sederhana di
Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang, dengan nomor perkara, 19/Pdt.G.S/2020 PN Kpg
kepada Marianji dengan alasan Wanprestasi.
Dalam amar
putusannya, majelis hakim menyatakan mengabulkan gugatan penggugat BPR Christa
Jaya untuk sebagian. "Saya pun keberatan atas putusan tersebut dan lewat
rapat musyawarah, majelis hakim yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
pada 25 Agustus 2020, majelis hakim membatalkan putusan perkara nomor
19/Pdt.G.S/2020 PN Kpg," ungkap Mariantji.
Setelah
gugatan sederhana dengan alasan Wanprestasi ditolak, BPR Christa Jaya kembali
melakukan gugatan baru ke PN Klas 1A Kupang dengan alasan Marianji melakukannya
perbuatan melawan hukum dalam perkara nomor, 25/Pdt.G.S/2020/PN Kpg.
Dalam
penetapan perkara ini, 21 September 2020 majelis hakim menyatakan, gugatan
penggugat BPR Christa Jaya Kupang bukan gugatan sederhana dan memerintahkan
panitera untuk mencoret dari register perkara.
Tak puas
dengan penetapan majelis hakim, BPR Christa Jaya, kembali lagi melakukan upaya
keberatan. Dalam rapat musyawarah di PN Klas 1A Kupang, 6 Oktober 2020, majelis
hakim menolak keberatan yang diajukan pihak BPR Christa Jaya Kupang dan
menguatkan putusan nomor, 25/Pdt.G.S/2020/PN Kpg.
"Rupanya
tidak sampai di situ, BPR Christa Jaya Kupang melakukan upaya hukum. Pada 4
November 2020 BPR Christa Jaya Perdana Kupang melayangkan gugatan sederhana
dengan alasan sama yakni perbuatan melawan hukum kepada saya dalam nomor
perkara, 29/Pdt.G.S/2020/PN Kpg," kata Mariantji.
Namun,
putusan yang dipimpin oleh hakim tunggal itu tetap memberikan putusan menolak
gugatan tersebut. "Dengan demikian, terhitung sudah tiga kali BPR Christa
Jaya Kupang melayangkan gugatan sederhana kepada saya dengan subyek dan obyek
pekara yang sama terkait droping dana baru tanpa akad kredit sebesar Rp
110.000,000 dan Rp 200.000.000, yang dinamakan kredit Longgar Tarik,"
ungkap Mariantji lagi.
Terkait
dicabutnya permohonan kasasi oleh BPR Christa Jaya Kupang, maka pada 12 Apri
2021, kuasa hukum Mariantji mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri Klas 1A
Kupang untuk meminta penjelasan. Selanjutnya pada 18 Mei 2021, dari Pengadilan
Negeri Klas 1 Kupang membalas surat yang dikirim Mariantji. Dalam surat itu,
majelis hakim memberi penjelasan, Perkara Nomor : 208/Pdt.G/2019/PN Jo.
7/PDT/2020/PT/PT.KPG telah dikembalikan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia
kepada Pengadilan Negeri Kupang, dengan Nomor Surat :
180/PAN.2/III/2021/304.KP/2020 tanggal 25 Maret 2020.
"Selanjutnya
pada 6 Agustus 2021, Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang mengeluarkan surat
keterangan berkekuatan hukum tetap bernomor W.26-U1/2544/HT.04.10/VIII/2021,
dengan penjelasan, perkara ini telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah
terhitung sejak 12 April 2021," imbuhnya.
Tetapi,
sebelum terbitnya surat berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Klas 1A Kupang,
pihak BPR Christa Jaya kembali melakukan gugatan baru kepada Mariantji pada 16
Maret 2021 dengan dengan alasan perbuatan melawan hukum. Gugatan ini pun
diterima oleh Pengadilan Negeri Klas 1A Kupang, dan agenda persidangan juga
terus berjalan.
Dalam
pembuktian pada waktu persidangan perkara Nomor 49./Pdt.G/2021/PN.Kpg, pihak
Mariantji melampirkan bukti surat Sidang putusan pada 2 Setember 2021 dengan
amar putusan menyatakan Mariantji Manafe telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Atas terbitnya putusan perkara Nomor 49./Pdt.G/2021/PN.Kpg, 2 September
2021, Mariantji menilai pihak majelis hakim PN Klas 1A Kupang yang memroses dan
memutuskan perkara ini tidak mentaati, tidak menghargai dan tidak tunduk pada
kaidah hukum yang berlaku di Indonesia. Karena, kata dia, subyek dan obyek
perkaranya sama dengan perkara Nomor 208/Pdt.G/2019/PN.Kpg, juga perkara Nomor
, 7/Pdt/2020/PT.Kpg yang telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap atau inkrah,
terhitung tanggal 12 April 2021.
"Putusan
ini adalah putusan kontradiktif,
di mana dalam satu kasus perkara yang subyek dan obyeknya sama namun, berbeda
putusan," kata dia. "Hal lain yang membuat tanya besar pada diri saya
adalah, dua orang majelis hakim masing-masing Fransiskus Wilfridus Mamo dan Anak
Agung Gde Oka Mahardika, yang menangani perkara Nomor 208/Pdt.G/2019/PN.Kpg jo
perkara Nomor, 7/Pdt/2020/PT.Kpg, yang telah inkrah dan menyatakan Direktur BPR
Christa Jaya Kupang telah melakukan perbuatan melawan hukum," sambung dia.
Kemudian,
dalam perkara nomor 49./Pdt.G/2021/PN.Kpg ini, kedua personel hakim yang sama
ini juga memutuskan kalau dirinya telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Pada dasarnya saya hanya ingin adanya keadilan pada diri saya. Kasihan
saya ini seorang janda yang harus memikul beban utang suami saya," ujar
Mariantji.
Dihubungi
terpisah, Humas BPR Christa Jaya Kupang Febie, mengatakan, dirinya sudah
menyampaikan informasi tersebut kepada pihak manajemen bank. "Pihak
manajemen masih mempelajari dulu ya . Rencana besok akan ada konferensi pres di
kantor kita. Kalau jadi, nanti saya infokan ya untuk datang," kata Febie
singkat. Sementara itu, Wartawan mencoba menghubungi Humas PN Negeri Kupang
Fransiskus Wilfrirdus Mamo melalui telepon seluler, namun tidak aktif.
Apresiasi
Kepada PN Negeri Kupang
Sementara itu, Komisaris Utama Bank Christa Jaya Christian
Lyanto apresiasi Hakim Pengadilan Negeri kupang  atas terkabulnya  gugatan mereka yang memenangkan perkara utang
debitor dengan Marrintje Adoe. 
Didampingi oleh Direktur Utama,Wilson Liyanto, Direktur
kredit, Ricky M. Manafe dan pengacara, Samuel David adoe, Bildad Thonak, SH menjelaskan
bahwa, debitur atas nama Welem Dethan adalah salah satu debitur terbik bank Christa
Jaya, sejak 2015 menjadi nasabah bank Christa Jaya dan sudah beberp kali
mngajukan kredit.
“Welem Dethan adalah debitur terbaik kami. Pada tahun
2015 angajukan pinjaman beberapa kali dengan total pinjaman 450 juta. Dan sudah
melunasi pada tahun 2017. Namun pada bulan juli 2017 Welem Dethan melakukn
pinjman lagi tanpa akad kredit karena ada produk bank “tarik Longgar, sehingga
begitu beliau meninggal masih tersisa utang”. ucapnya
Dijelaskn, proses kredit menjadi masalah setelah pada
tanggal 10 Desember 2019 Welem Dethan meninggal. Selanjutnya, pihak bank membebankan
pada istri almarhum, selaku ahli waris. Namun Ibu Mariantji, istri ahli waris
kaget dan menolak karena tahu bahwa utang piutang telah lunas pada tahun 2017
dan dibuktikan dengan rekening koran buku bank.
-AG-

Posting Komentar