Keindahan Matahari Terbenam Di Bukit Nio Lena, Ende

 


Berwisata alam ke Wolotopo  dapat menikmati wisata bukit, wisata pantai sekaligus wisata ke kampung adat. 


Ende,mediaflores.net - Jika pergi ke Kota Ende, jangan lupa melihat matahari terbenam di Bukit Nio Lena yang terletak di daerah Wolotopo. Dari situ matahari terasa lebih besar ukurannya dibanding tempat lain.

Memerlukan waktu sekitar 30 menit dari kota Ende untuk sampai disana. Jika kesulitan mencari arah, cukup ketik Bukit Nio Lena Wolotopo maka google map akan memberi petunjuk dan mengantarkan kita ke tujuan.Untuk sampai Bukit Nio Lena, kita harus menelusuri jalan yang berada dilereng bukit. Pemandangannya bagus karena disatu sisi jalan terdapat pantai yang airnya biru dan bersih.

Tempat wisata Bukit Nio Lena saat ini dikelola  Petrus Fi dan anaknya Adrianus Fi. Sang anak Andri baru saja lulus S1 Akuntansi Widia Mandala Surabaya tahun 2020. Pensiunan PLN ini bercerita bahwa ia telah lama bercita-cita mengelola tanah leluhurnya.

Untuk dapat melihat matahari terbenam secara sempurna, kita bisa melakukannya dari Bukit Nio Lena atau dari pantai yang ada di bawah bukit.Jika ingin melihat dari atas, kita harus naik ke puncak Bukit Nio Lena. Disana kita dapat melihat keindahan pantai yang ada di Bukit Nio Lena, yaitu sebagai tempat untuk kita berwisata. 


Di Bukit Nio Lena kita bisa menikmati makanan khas NusaTenggara Timur, seperti; Ubi lumut (uwi kaju lamu), Ubi Rebus dan ubi goreng (uwi kaju jaka noo uwi kaju seo), Keladi putih rebus (uwi tua jaka), Ubi Tatas rebus dan goreng (Ndora Jaka noo Seo), Pisang Rebus dan Goreng (muku jaka noo muku seo), Urap daun Ubi dan daun pepaya (ngetha wunu uwi dan ngetha wunu teka jawa), Sambal Teri Wolotopo (mesi koro ika loo), Sambal jeruk nipis (mesi koro mude), Ikan bawo kering bakar (ikan asin bakar ).

Tepat di bawah Bukit Nio Lena terdapat Pantai Ma’u Watu Rajo atau pantai batu perahu. Di Pantai itu terhampar batu bulat . Disamping itu terdapat batu hitam semacam batu karang yang menurut cerita berasal dari perahu yang terdampar dipantai itu. Disamping batu perahu terdapat Watu Jara atau batu kuda.

“Rajo perahu besar merupakan kendaraan, transportasi untuk menghubungkan penghuni laut dan darat. Sedangkan Watu Jara atau kuda kendaraan, merupakan transportasi untuk menghubungkan darat dan laut. Dua jenis kendaraan ini yang dipakai oleh NITU (Dewa, Dewi laut dan darat). 

Tidak jauh dari Bukit Nio Lena terdapat kampung adat Wolotopo dan megalitikum kuburan batu leluhur. Di sini beberapa rumah serupa rumah panggung rendah yang ditopang dengan batu berbentuk lonjong atau kayu-kayu. Rumah-rumah tersebut beratapkan rumbia, sedang yang lainnya sudah pula menggunakan seng. Pada halaman rumah-rumah yang seolah melingkari halaman tersebut, nampak tumpukan batu yang lebih tepat disebut sebagai menhir.


Desa Wolotopo menarik untuk disambangi sebab inilah desa tua yang masih mempertahankan dan melestarikan tradisi megalitik. DI sini kita dapat melihat bangunan dan rumah adat serta pemukiman khas Flores. Bangunan rumah adat dan pemukimannya dibangun di atas susunan batu yang tinggi dan kokoh pada lanskap tanah dengan konturnya berundak-undak. Kemungkinan untuk menyiasati lahan berundak itulah, batu-batu yang diperoleh dari laut atau gunung ditumpuk-tumpuk sedemikian rupa sehingga dapat dibangun rumah di atasnya.//Inez wea//


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

 


Smartwatchs