Moke, Minuman Khas Orang Ende

 


Ende, mediaflores.net - Kalau Anda berkunjung ke kota Ende tidak lengkap rasanya kalau belum mencicipi makanan dan minuman tradisional khas kota Ende. Jika sudah mencicipi makanan tradisional maka tidak lengkap kalau belum mencicipi minuman khas orang ende yaitu moke.

   Moke, minuman tradisional beralkohol yang keberadaannya masih erat dengan dengan budaya dan digilai oleh masyarakat Ende.Moke sudah menjadi tradisi turun temurun dari nenek moyang dan seolah-olah tak terkikis oleh zaman. Minuman ini sudah legal diproduksi dan pemintanya pun tak kenal usia,dari generasi muda hingga tua berbondong-bondong menikmati minuman khas Ende ini.Minuman tradisional ini juga biasa digunakan dalam upacara adat seperti nikah dan upacara adat lainnya. Di luar acara adat, moke sering dikonsumsi oleh pemuda beramai-ramai saat berkumpul.Moke merupakan minuman tradisional yang dibuat dari hasil penyulingan buah dan bunga pohon lontar maupun enau, proses pembuatannya masih tradisional yang diwariskan secara turun temurun dan masih dilakukan sampai sekarang.

   Untuk mendapatkannya pun sangat mudah, hampir semua pasar atau kios di Kota Ende menjual minuman banyaknya penjual moke membuat Anda bisa memilih moke dengan kualitas terbaik . Untuk harganya pun biasanya dipatok sesuai rasa moke, semakin keras kadar alkoholnya maka harganya semakin mahal.Ada yang 25.000 ,30.000,dan yang paling tinggi kadar alkoholnya biasa dipatok dengan harga 40.000 .Jika punya waktu luang dan ingin membeli moke dalam jumlah banyak Anda bisa mengunjungi si pembuat. Hampir setiap hari moke diproduksi.Orang memproduksi moke biasa disebut dengan petani moke.Proses pembuatannya pun masih sangat tradisional,tidak ada sentuhan teknologi modern sedikit pun.Hal inilah yang menyebabkan cita rasa moke tetap terjaga keasliannya.

    Seorang petani moke murni tradisional yakni paulus pu’u(52)asal Jalasenga,Desa Maurole , Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende ,mengaku sudah 25 tahun bekerja sebagai pembuat moke. Menjadi pembuat moke sudah menjadi rutinitas sehari-hari dan juga menjadi mata pencaharian untuk menghidupi keluarga.“Hasilnya untuk biayai sekolah anak-anak dan kebutuhan hidup sehari-hari,” ungkapnya .

    “Pagi saat matahari terbit dan sore sebelum matahari terbenam, saya sudah memanjat pohon enau atau lontar, untuk mengambil airnya,” ujar Paulus.    

    Ia pun  menceritakan proses pembuatan moke dari nol sampai siap dihidangkan. Pohon lontar yang ditumbuhkan turun temurun oleh keluarganya pertama-tama akan dirawat selama sekitar dua puluh hari, dalam kurun waktu tersebut bagian batang yang dekat dengan bunga akan dipotong. Ia juga rutin menggoyangkan dan memukul pohon untuk membantu proses pengeluaran air lontar. Kemudian air lontar yang lolos dari batang akan ditampung dalam bumbung atau batang bambu. Air lontar yang sudah ditampung ini lalu disaring dan dimasak menjadi moke.

    Proses ini memerlukan dua tahap yaitu memasak dan menyuling. Proses masak dan suling ini menggunakan peralatan-peralatan tradisional antara lain: tungku api, periuk tanah, dan rangkaian bambu.Air lontar harus dimasak dengan tungku api dengan kayu yang cukup.

“Itu harus ada kayu ,kalau tidak ada kayu maka tidak akan ada uap,kalau kayu kurang maka uapnya juga kurang,kalau pakai kompor tidak bisa karena nanti dia bau minyak “.ujar Paulus.

    Bambu dipasang rapat-rapat di mulut periuk tanah agar uap tidak keluar.Dari hasil penguapan itu ada keluar tetesan air pada ujung bambu. Tetesan air itu ditampung dengan wadah yang sudah disiapkan. Hasil tampungan tetesan air inilah yang disebut moke.

“Biasanya lama waktu memasak memakan waktu sekitar 5 jam, supaya bisa menghasilkan rasa moke dengan kualitas terbaik “ujarnya.

(Henrico Balzano Dala Ndai, mahasiswa Universitas Flores, Ende)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

 


Smartwatchs