Ende,mediaflores.net - Akhir-akhir ini, harga komoditas mengalami inflasi dan sering juga mengalami deflasi. Namun menjelang hari raya Natal tahun 2022, harga komoditas mengalami inflasi khususnya harga minyak goreng, terigu, bawang, dan telur. Padahal komoditas seperti minyak goreng, terigu, bawang, dan telur merupakan kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolahan bahan-bahan makanan.
"Sekarang harga barang sudah naik. Seperti terigu yang tadinya harga Rp. 235.000, tapi sekarang sudah naik menjadi Rp. 245.000, itupun dalam waktu yang singkat. Begitu juga telur yang awalnya satu papan seharga Rp. 50.000, sekarang sudah naik menjadi Rp. 65.000. Bawang merah dan bawang putih kalau dulu harga normalnya Rp. 30.000, sekarang sudah naik menjadi Rp. 40.000. Tapi ada beberapa bahan pangan yang harganya tidak melonjak, terbilang masih tetap normal. Seperti beras, mie, dan gula.", jelas Ibu Ainun melalui wawancara pada Jumad (16/12/2022).
Awal bulan Desember, Ibu Ainun sempat protes terhadap Sales minyak goreng langganannya karena tidak mendapat bagian yang sudah dipesannya. " Saya sudah memesan sebanyak sepuluh pres minyak goreng, tapi sampai saat ini pesanan saya tidak di antar. Sehingga, saya harus membeli di toko China yang harganya lebih mahal." Lanjut Ibu Ainun.
Dengan naiknya harga bahan pangan, membuat resah penjual. Selain itu, juga menuai banyak protes dari pembeli. Para pembeli seringkali protes karena harga barang yang melonjak begitu drastis. Dengan keadaan beginipun, terkadang para pembeli masih ingin menawar dengan harga yang jauh lebih murah. Hal itu membuat pedagang terkadang merasa kesal. Kekesalan pedagang dikarenakan perputaran ekonomi terhambat. Sederhananya jika harga barang terlalu mahal, maka perputaran ekonominya akan lambat karena sedikit komoditas yang terjual.
Faktanya bahwa penyebab dari inflasi ini ialah niali riil uang pun turun secara umum. Sebaliknya, penyebab dari deflasi ialah nilai riil uang naik secara umum. Jika jumlah uang yang beredar terlalu banyak, maka harga barang akan tinggi. Artinya, nilai uang turun. Sebaliknya, jika jumlah uang yang beredar terlalu sedikit maka harga barang akan murah. Hal ini berarti nilai uang naik. Pada umumnya, masyarakat lebih menyukai nilai uang yang stabil agar tidak terjadi gejolak ekonomi.
Para pembeli juga berasumsi bahwa kenaikan harga pangan itu dibuat asal-asal saja sesuka hati para penjual. Padahal kenaikan harga pangan ini tergantung dari harga yang mereka dapati dari para agen barang tersebut. Apalagi sekarang memasuki momen perayaan Natal.
Terkadang, masalah seperti ini menyebabkan banyak konflik baik sesama pedagang maupun antara pedagang dan pembeli. Konflik antara pedagang karena perbedaan harga antara pedagang. Contoh sederhananya, seperti dua pedagang yang berdekatan namun menjual barang yang sama dengan harga yang berbeda dan pastinya akan ada perbandingan harga dari pembeli, sehingga terjadinya konflik. Kemudian, antara pembeli dan penjual contohnya harga barang yang terlalu mahal dari biasanya yang kemudian adanya protes dari pembeli kepada penjual.
Bagi Ibu Ainun sendiri, ia merasa kasihan terhadap para pembeli akibat naiknya harga bahan pangan. Banyak keluhan dari pihak pembeli maupun penjual yang mengharapkan harga komoditas agar kembali stabil. Ketidakstabilan harga komoditas ini yang jelasnya dapat memperlambat perputaran ekonomi. Masyarakat sangat mengharapkan pemerintah agar memperhatikan masalah deflasi dan khususnya inflasi, agar perputaran ekonomi dapat berjalan stabil seperti biasanya. //MF//
(Fitriyani M. Husen)
Posting Komentar