Ka Sao Beo Zia Sebagai Wujud Kecintaan Kepada Leluhur


Mataloko, mediaflores.net - Ka sao di kampung Doka, desa Radabata, kecamatan Golewa, kabupaten Ngada. Beo zia adalah nama sao dalam suku Keli.Sao ini didirik22an pada 27 Agustus 2022.Ka sao sendiri merupakan budaya Ngada yang bertujuan untuk meresmikan sao.Ka sao Beozia dilaksanakan pada Rabu 11 Agustus 2021.Sao Beozia sendiri didirikan pada 1962,namundi tahun 2020 dilakukan perbaikan sao.Ketua suku Keli Bapak Dominikus Rato Raja menjelaskan Sao ini sudah lama dibangun yaitu pada 1962.Dalam perjalanan kami anngota suku sepakat untuk memperbaiki sao agar dapat memberi kenyamanan tempat tinggal kepada leluhur dan bersyukur tidak ada yang keberatan.Ia menambahkanSetelah ada persetujuan kami duduk meremuk untuk menentukan pembagian anggaran.Anggaran lebih banyak tertuju ke anggota suku yang wanita karena tanah suku banyak diberikan kepada wanita.Ka sao Beozia sendiri terdiri dari empat hari.

Hari pertama adalah jai one nua(suku dalam kampung).Tercatat ada tiga suku yang masuk yang disertakan dengan membawa babi.Ketiga suku tersebut adalah Suku Lobe,Sito,dan Taka.Diawali oleh Suku Taka dengan menyerukan sa ngaza,diikuti Suku Lobe dan Sito.Aze ngana( tali babi) beserta babi diserahkan kepada panitia.Dalam ka sao ini bapak Wilhelmus Muga dipercayakan menjadi ketua panitia.Jai one nua dimaksudkan agar suku-suku di dalam kampung dapat mengakui keberadaan sao dan dapat memperkuat ikatan persaudaraan antar suku dan jai one nua sudah menjadi kebiasaan leluhur.jai one nua ini memang sudah diwariskan dari dulu yang memperlihatkan hubungan baik antar woe(suku).

       Hari kedua adalah jai suku yang berasal dari luar kampung(jai laga bata).Jai laga bata ini memberikan kesempatan kepada sao-sao di luar kampung yang mempunyai ikatan dengan sao Beozia.Dapat dikatakan bahwa acara hari kedua ini adalah acara yang besar,meriah,dan menguras tenaga karena panitia dan anggota suku harus menyambut kedatangan 18 sao dari luar kampung.Jumlah hewan yang dibawa ada 28 ekor yang terdiri dari 18 ekor babi dan 10 kerbau.Dari pukul 10.00-16.15 kakak-adik dari luar terus berdatangan, masing masing melantangkan sa ngaza dan diterima dengan tarian jai.Bunyi gong, gendang yang dibunyikan oleh anggota go laba sangat sakral dan menyejukan hati.

       Hari ketiga dilanjutkan dengan acara penyembelihan kerbau dan babi.Kerbau diikatkan pada bambu yang sudah dikaitkan satu sama lain dan memerlukan tenaga tiga orang untuk menahan bambu itu.Kerbau di tempatkan secara berbaris.Ketua adat dengan memakai wuli maju dan membekasi leher kerbau dengan sau yang disebut dengan nozo.Setelah itu salah satu anggota suku melakukan tabe telo(memecahkan telur ayam Pada bagian kepala kerbau dan selanjutnya eksekutor yang sudah dipercayakan langsung mengeksekusi dengan menempatkan parang dibagian leher kerbau.Larangannya adalah darah kerbau tidak boleh mengenai anggota badan dari sang eksekutor karena mayarakat percaya hal itu dapat membawa hal buruk.Darah kerbau ditampung dalam bambu lalu darah itu dioleskan pada Ngadhu.Selanjutnya dilaksanakan acara penyembelihan babi.Diawali dengan mengeksekusi ngana pau(babi milik anggota suku).Sebelum babi dibunuh harus diawali dengan zia ura ngana yang dilantangkan oleh ketua suku.Babi kemudian disembelih satu per satu.

        Hari keempat dilangsungkan acara membagikan nasi dan daging kepada semua orang yang disebut dengan meghe.Semua orang diarahkan untuk duduk di tengah kampung secara rapih.Setelah meghe ketua suku menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang sudah terlibat dalam acara adat tersebutSaya ingin berterimakasih kepada sanak saudara yang sudah membantu melancarkan acara ini sehingga mencapai akhir yang baik.Tuhan dan Leluhur menyertai kita.//MF//Fidelis Roy Bhara Rengo

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

 


Smartwatchs