Reba Sebagai Upacara Adat Yang Mempersatukan

 

Keterangan: Anggota suku melakukan acara Ka Loka

Bajawa, mediaflores.net - Reba di kampung Kodoleo, Desa Rakalaba, Kecamatan Golewa Barat, Kabupaten Ngada. Yang biasa dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 10 Februari. Reba adalah upacara adat yang dilaksanakan sekali dalam setahun sebagai bentuk rasa syukur dan terimakasih kepada leluhur atas penyertaan leluhur selama satu tahun berjalan. Reba mencerminkan penghormatan masyarakat adat kepada leluhur karena masyarakat percaya hasil panen  melimpah yang diperoleh juga merupakan campur tangan leluhur. Ketua suku Andreas Newa menjelaskan bahwa “Reba mempunyai eksitensi yang kuat, karena upacara reba sebagai sarana untuk menghayati kembali kehidupan leluhur yang primitif dan filosofi persaudaraan yang kuat serta sebagai bentuk menghormati kebaikan leluhur dan menjaga citra nilai-nilai luhur”.  Ia menambahkan bahwa upacara reba di Kodoleo, terbagi menjadi tiga hari yang setiap harinya terdapat kegiatan yang berbeda-beda. Untuk hari pertama, reba dibuka dengan kobhe dheke (Malam pertama pelaksanaan reba). Sebelum Kobhe Dheke (Malam pertama pelaksanaan reba) dilakukan acara Ka Loka (Acara kasih makan nenek moyang). Setelah melakukan acara Ka Loka setiap anggota suku kembali ke Sa’o (Rumah adat) untuk persiapan Kobhe Dheke. Setelah  anggota suku berkumpul maka langsung dimulai dengan acara bura su’a. Bura su’a adalah upacara dimana ketua suku atau orang yang berhak didalam rumah adat  mengunyah sirih pinang dan air sirih pinang tersebut disemburkan ke su’a (Benda sakral) yang berguna bagi kehidupan leluhur. Su’a adalah alat yang digunakan leluhur pada jaman dulu unutuk berkebun. Bura su’a adalah langkah awal pembukaan hari reba.

Setelah acara bura su’a ketua suku atau orang yang terpercaya memberikan sesajian kepada leluhur atau nenek moyang dalam bentuk maki (Nasi), ate manu (Hati ayam), dan moke. Dan setelah memberikan sesajian kepada leluhur atau nenek moyang ketua suku atau orang terpercaya menceritakan kembali sejarah atau awal mula sejarah munculnya reba kepada anggota suku atau kepada anak-anak generasi muda. Setelah itu semua anggota suku atau pendatang diwajibkan untuk memakan maki su’I (Nasi dan daging) yang disimpan dalam wati (Pengganti piring) sebagai makanan pemberi kekuatan dan keberanian dalam menanggapi kehidupan. Maki su’i (Nasi dan daging) sesungguhnya adalah unsur yang memberikan kekuatan dan semangat kepada anggota suku. Untuk hari ke dua dilanjutkan dengan acara reba dimana setiap warga didalam  kampung wajib memakai pakayan adat Ngada dan orang yang masuk kedalam kampung harus juga memakai pakayan adat  Ngada sebagai tanda rasa hormat kita kepada leluhur.  Selama acara reba berlangsung diiringi  dengan  o uwi (Lagu persembahan kepada leluhur atas hasil panen yang dihasilkan), tarian tersebut dilakukan di tengah-tengah kampung. Setiap sa’o (Rumah adat) harus menyiapkan juga nasi, daging, dan moke untuk melayani warga kampung atau tamu undangan yang diundang untuk ikut serta  dalam acara reba serta diberikan kepada peserta o uwi ketika meraka duduk kumpul saat istirahat dan juga lambang pembawa berkat bagi sa’o tersebut.

 O uwi biasanya berlangsung dari siang sampai malam hari. Nilai toleransi dan solidaritas ditunjukan saat o uwi. Hari ketiga atau hari terakhir reba ketua suku atau orang terpercaya melakukan acara kobe su’i (Malam akhir acara reba) dengan memakan sirih pinang dan menyemburkan air sirih tersebut ke su’a atau benda sakral dan semua anggota suku harus ada.//MF//Daniela G. Sadha. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama

 


Smartwatchs